Di Indonesia, karyawan kontrak juga berhak atas jaminan sosial, termasuk Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JSK) yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Jaminan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Ketentuan jaminan sosial untuk karyawan kontrak mengacu pada dua skema peserta BPJS Ketenagakerjaan:

  1. Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU): Karyawan kontrak yang bekerja sebagai pekerja penerima upah (PPU) wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dalam skema ini, kontribusi iuran BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pemberi kerja (perusahaan) sebesar 5% dari gaji atau upah karyawan, sedangkan karyawan (PPU) tidak membayar iuran.
  2. Peserta Bukan Pekerja Penerima Upah (PBPU): Karyawan kontrak yang tidak termasuk dalam kategori PPU, misalnya karyawan yang bekerja lewat perjanjian kerja lainnya atau bekerja mandiri, juga dapat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan skema PBPU. Dalam skema ini, iuran BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh karyawan (PBPU) secara penuh, tanpa ada kontribusi dari pemberi kerja.

Pemberian jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bagi karyawan, termasuk karyawan kontrak, terhadap risiko kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan pensiun. Jaminan sosial ini memberikan manfaat jika terjadi kecelakaan kerja, meninggal dunia, mencapai usia pensiun, atau mencapai usia tua (hari tua).

Temukan artikel menarik seputar Payroll Services Abhitech!

Penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa semua karyawan, termasuk karyawan kontrak, telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan telah membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian juga, karyawan kontrak harus memastikan bahwa perusahaan telah memenuhi kewajiban dalam menyediakan jaminan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hubungi Kami untuk Dukungan Profesional